Jakarta, Otosight.com – Panas matahari di langit Bintaro, Tangerang Selatan berganti mendung di Parung, dan berakhir hujan deras memasuki kota Bogor. Berlanjut kemudian mendung menggantung kembali sepanjang jalan raya puncak, lalu diguyur hujan lagi di Puncak Pass, hingga akhirnya tiba juga di kota Cianjur. Anomali cuaca medio Maret itu mewarnai keseruan motoran bersama Kawasaki W175 L melewati kawasan yang dikenal Bopunjur (Bogor, Puncak dan Cianjur) ini.
Kendatipun dihadang cuaca ekstrem, tidak menyurutkan rasa penasaran mengetes motor retro klasik ini setelah disempurnakan dengan sistem pembakaran injeksi, menggantikan sistem karburasi pada W175 lama yang sering dikeluhkan pemiliknya. Sekarang, tidak ada lagi cerita drama pagi-pagi susah menghidupkan mesinnya. Cukup sekali starter langsung tokcer.
Walaupun sosoknya serupa W175 SE (Café Racer) dan mesin sama 177 cc, menyimak detail teknis W175 L ternyata berbeda signifikan. Selain throttle body pada sistem injeksi, wheel base lebih panjang 45 mm (1.320 mm) serta bobotnya bertambah 11 kg (135 kg). Maklum, W Series low end ini masih didatangkan seutuhnya CBU dari negeri Prindavan alias India. Beruntung pembeli yang telah memilikinya karena unitnya dijual terbatas dengan banderol sama Rp 35,9 juta. Oh ya, kabarnya sih W175 L bakal CKD oleh PT Kawasaki Motor Indonesia setelah Lebaran.
Tongkrongan Proposional, Modern dan Berkarkater
Jujur kata, melihat tongkrongannya yang proposional lebih oke ketimbang W175 lama. Posisi duduk pas dengan lengan tangan menjangkau tinggi setang. Joknya juga empuk dan lebih panjang dengan behel pipa besi. Sayangnya, jok yang tipis terasa panas setelah berkendara dua jam lamanya. Ditambah posisi footstep terlalu menekuk kaki untuk tinggi badan 165 cm, acap kali bikin dengkul jadi kaku.
Secara performa mesin injeksi, W175 L halus bertenaga di awal putaran. Akselerasi pun terasa instan saat bermanuver menyelinap di kemacetan jalanan padat merayap. Naik ke putaran menengah bermain di gigi tiga dan empat, performanya mulai menguat pada kontur jalan mulus perumahan Sumarecon Bogor. Sayangnya, tidak ada indikator RPM untuk mengecek putaran mesin di kecepatan rata-rata 70-80 km/jam.
Dengan power maksimum 12,8 dk @ 7.500 RPM dan torsi puncak 13,2 Nm @ 6.000 RPM, di jalan tanjakan lurus dan beberapa tikungan sepanjang ruas jalan Cipayung menuju kebun teh Gunung Mas, sensasi laju motor semakin mengasyikkan. Karakter sejati W175 dengan getaran mesinnya terasa berkurang, nyaman digunakan sebagai motor penjelajah beralas kontur jalan aspal beragam.
Sokbreker belakang preload 4 level dan teleskopik depan meredam empuk dan nyaman. Bokong dan pinggang tidak cepat pegal, termasuk saat melewati jalanan keriting dan bergelombang. Diajak menikung di sejumlah kelokan menuju Puncak Pass, handlingnya pun lebih mantap dan stabil ketimbang W175 lama yang pernah dicoba beberapa tahun lalu.
Soal rem cakram dua piston Bybre 270 mm, asli pakem banget! Beberapa kali jajal rem mendadak, fungsi ABS bekerja maksimal tanpa khawatir roda depan selip di permukaan licin. Apalagi W175 L pakai ban bawaan merek CEAT jenis kompon medium dengan alur telapak klasik dan profil 100/90-17 belakang serta 80/100-17 depan.
O ya, kelengkapan panel instrumen kombinasi analog dan digital memberikan keistimewaan berbeda pada W175 L. Selain tersedia indikator bensin, trip meter dan jam digital, juga terdapat lampu indikator engine, lampu sein, gigi netral, dan ABS yang berkedip saat mesin stationer. Berasa lebih modern dan berkarakter.
Nah, soal konsumsi bahan bakarnya sebelas dua belas W175 L dibanding W175 lama. Dengan metode pengisian bensin Pertamax full to full 12 liter di SPBU Bintaro ke SPBU Jl. A. Yani berjarak 180 km rata-rata pemakaiannya per liternya 30 km. Sebaliknya, kembali ke Bintaro konsumsinya 36 km/liter. Dengan catatan, gaya bermotorannya bervariasi speed romantis 60 km/jam hingga kecepatan puncak 100 km/jam.
Sepetinya nggak perlu dikeluhkan lagi motoran asyik bareng W175 L (injection) ini, lurrr…